Warga Muslim Rohingya berlarian menyelamatkan diri mereka saat desa dan rumah-rumah mereka dibakar oleh militer Myanmar. (Foto: dok. Arakan Times) |
Sittwe, Media nasional Myanmar menyiarkan bahwa “teroris Bengali” adalah pelaku pembakaran rumah-rumah di desa Rohingya dan membunuh orang-orangnya di Ratheduang, Buthidaung dan Maungdaw.
Pemberitaan itu dinilai sebagai propaganda pemerintah selama 24 jam terakhir, demikian Arakan Times memberitakan yang dikutip MINA, Selasa (29/8).
Padahal satu yang terjadi di Rakhine State, tanggal 28 Agustus, perwira militer memberi peringatan kepada desa Anauk Pyin dan Nyaung Bin Gyi di Rathedaung, dua desa Rohingya di antara 22 desa warga Buddha Rakhine.
Seorang warga bernama Amir Hakim mengatakan, militer menyuruh warga Rohingya untuk pergi ke mana pun yang mereka bisa atau tentara akan membakar desa-desa.
Arakan Times mengungkapkan, Pusat Informasi Kantor Penasihat Negara yang berada di bawah pengawasan pelaku genosida Zaw Htay, telah mengorganisir propaganda melawan Rohingya sejak tahun 2011.
Menurut informasi terbaru, 19 desa Rohingya telah terbakar menjadi abu, 700 warga sipil Rohingya dibantai atau ditembak mati oleh militer, 90.000 orang Rohingya kehilangan tempat tinggal mereka. Namun, Arakan Times tidak mengungkapkan sumber data tersebut.
Menurut warga Rohingya bernama U Kyaw Naing dari kamp pengungsi Thae Chaung di Sittwe, situasi saat ini di Rathedaung, Buthidaung dan Maungdaw seratus kali lebih buruk daripada pembantaian tahun 2012.
“Pada 2012, tentara Myanmar menggunakan ekstremis (Buddha) Rakhine untuk menghancurkan kami, tapi sejak Oktober 2016, militer, polisi penjaga perbatasan dan ekstremis Rakhine yang dipimpin oleh Aye Maung telah membunuh kami atas nama ARSA,” ujarnya.
“Jika ARSA benar-benar melakukan kejahatan, kami tidak keberatan untuk menghukum mereka. Mengapa ribuan warga sipil yang tidak bersalah menjadi sasaran pasukan keamanan?” tambahnya.
sumber:mirajnews