News Update :

Nasional

Kabar Daerah

Pendidikan

Pemilu

Tampilkan postingan dengan label Rohingya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rohingya. Tampilkan semua postingan

Myanmar sangkal laporan soal kuburan massal di Rakhine

Sabtu, 03 Februari 2018 21.24

Arsip Foto. Foto udara sebuah desa Rohingya yang terbakar dekat Maungdaw, utara Rakhine,
Myanmar, 27 September 2017. (REUTERS/Soe Zeya Tun)

Yangon - Para pejabat Myanmar menyangkal laporan mengenai keberadaan lima kuburan massal Rohingya di sebuah desa di Rakhine, wilayah perbatasan yang luluh lantak akibat operasi penindakan keras militer yang menyasar minoritas muslim tersebut. 

Pada Sabtu, media pemerintah melaporkan bahwa pihak berwenang negara bagian Rakhine menyangkal penyelidikan Associated Press baru-baru ini, yang menyatakan kesaksian dari para pengungsi Rohingya dan video ponsel sewaktu kejadian mengungkapkan adanya lima kuburan massal yang sebelumnya tidak dilaporkan di Desa Gu Dar Pyin, Rakhine.Setelah menginspeksi desa tersebut, sebuah tim yang terdiri atas para pejabat, polisi dan penduduk setempat "membantah laporan AP" menurut laporan New New Light of Myanmar.

"Penduduk desa menegaskan bahwa mereka tidak pernah mendengar adanya pembantaian di dekat desa mereka," kata laporan itu. Namun pihak berwenang mengatakan bahwa telah terjadi bentrokan mematikan antara pasukan keamanan dan militan Rohingya di desa itu pada 28 Agustus, beberapa hari setelah operasi militer dilancarkan.Sebanyak 19 "teroris" tewas dalam kekerasan tersebut dan dikubur, menurut laporan itu, yang tidak menjelaskan lokasi atau jenis makamnya.

Juru bicara pemerintah Myanmar tidak dapat dihubungi AFP untuk dimintai keterangan.
Pasukan Myanmar dituduh melakukan operasi pembersihan etnis dengan target etnis Rohingya, yang hampir 700.000 di antaranya melarikan diri ke Bangladesh sejak Agustus lalu.Myanmar membantah tuduhan itu, menyatakan bahwa pihaknya melakukan penindakan keras yang proporsional terhadap pemberontak Rohingya, namun melarang wartawan dan penyidik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakses zona konflik tersebut secara independen.

Pemerintah Myanmar membantah melakukan kesalahan dalam penindakan di Rakhine, terlepas dari banjir pengakuan dari para pengungsi yang menggambarkan pasukan keamanan membunuhi warga sipil, melakukan pemerkosaan massal dan membakar desa-desa hingga rata dengan tanah. Namun bulan lalu militer menyampaikan pengakuan langka bahwa empat anggota pasukan keamanan membantu membutuh 10 orang yang diduga militan Rohingya pada 2 September dan meninggalkan mereka di lubang yang tergesa digali.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia menyebut insiden itu hanya puncak dari gunung es kekerasan yang dilakukan pasukan militer dengan sejarah kejahatan di seluruh negeri, yang mereka kuasai selama lima dekade sebelum pembagian kekuasaan dengan pemerintah sipil tahun 2016.(sumber :antaranews.com )

Polisi Myanmar Tahan Sejumlah Wartawan

Sabtu, 28 Oktober 2017 11.14

NYPYITAW -- Kepolisian Myanmar menahan dua wartawan yang bekerja untuk stasiun televisi nasional Turki, TRT, beserta penerjemah dan supir mereka pada Jumat (27/10) karena menerbangkan drone (pesawat nirawak) di dekat kompleks parlemen. Penahanan itu berlangsung di tengah ketegangan antara Myanmar dan Turki atas krisis Rohingya.

"Para wartawan yang ditahan itu adalah Lau Hon Meng dari Singapura dan Mok Choy Lin dari Malaysia. Mereka menjalani pemeriksaan di sebuah kantor polisi di ibu kota negara Myanmar, Naypyitaw, setelah ditangkap pada Jumat pagi," kata seorang petugas kepolisian kepada Reuters.

Kemudian pada petang hari, sekitar 25 polisi menggerebek rumah tempat tinggal penerjemah mereka di Yangon. Penerjemah tersebut merupakan seorang wartawan terkenal di daerah itu, Aung Naing Soe. Polisi menyita peranti memori komputer Soe dan menggeledah dokumen-dokumen miliknya.

Lebih dari 600.000 Muslim Rohingya lari menyelamatkan diri dari Myanmar ke negara tetangga, Bangladesh, sejak pasukan keamanan menanggapi serangan para milisi Rohingya pada 25 Agustus dengan melancarkan tindakan keras. Pada awal September, Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan kematian para warga Rohingya di Myanmar merupakan "pembersihan etnis" yang ditujukan pada masyarakat Muslim di wilayah itu.

Stasiun penyiaran Myanmar, MRTV, mengatakan bahwa para wartawan yang ditahan tidak mempunyai izin untuk memfilmkan parlemen dengan menggunakan droneMRTV memperlihatkan visa jurnalis yang dimiliki para wartawan itu dan mengatakan bahwa kementerian luar negeri telah memberi tahu kedutaan besar Singapura dan Malaysia soal penahanan tersebut.

Stasiun penyiaran TRT belum bisa dihubungi untuk dimintai komentar. Aung Naing Soe, yang merupakan wartawan daerah, telah bekerja untuk banyak media internasional tentang peralihan Myanmar menuju demokrasi setelah negara itu berada di bawah kediktatoran militer selama hampir lima dekade.
Sumber : Antara /Republika.co.id

Demi Muslim Rohingya, Wakil PM Turki akan Kunjungi Bangladesh

Rabu, 27 September 2017 00.15

ecep Akdag, Wakil PM Turki. (aa.com.tr/ar)
Ankara. Wakil Perdana Menteri (PM) Turki, Recep Akdag, berencana akan mengunjungi Bangladesh dalam waktu dekat. Disebutkan, tujuan kunjungan ini adalah untuk melihat langsung keadaan Muslim Rohingya yang melarikan diri dari tanah airnya.
Dilansir dari aa.com.tr/ar, Selasa (26/09/2017), rilis Kemenlu Turki menyebut jumlah Muslim Rohingya yang mengungsi di Bangladesh mencapai 436 ribu. Jumlah itu hanya terjadi sejak tanggal 25 Agustus hingga saat ini.
Rilis Kemenlu juga menyebutkan, Turki sejak hari pertama terjadi pembantaian terus melakukan upaya-upaya untuk menghentikan krisis kemanusiaan yang terjadi di Provinsi Rakhine, Myanmar.

“Upaya Turki membuahkan hasil yang positif,” lanjut rilis Kemenlu. Di antaranya adalah tercapainya konsensus dari masyarakat internasional tentang pentingnya solusi abadi bagi Muslim Rohingya. Juga pentingya menghentikan pertikaian di Rakhine, menjamin sampainya bantuan kemanusiaan dan mengembalikan pengungsi ke wilayah mereka secara aman.
Rilis juga mengungkap bahwa Wakil PM Turki akan berkunjung ke Bangladesh dalam waktu dekat. Tujuannya adalah untuk melihat langsung kamp-kamp pengungsian, dan meninjau distribusi bantuan yang dilakukan lembaga-lembaga Turki. (whc/dakwatuna)
Sumber: Dakwatuna

Terus Diguyur Hujan, Kondisi Pengungsi Rohingya Kian Memburuk

Selasa, 26 September 2017 12.53

COX'S BAZAR - Tim Indonesian Humanitarian Alliance (IHA) yang telah tiba di Bangladesh, pada  Senin 18 September 2017, tengah mengunjungi kamp pengungsian bagi warga terdampak konflik Myanmar terhadap etnis Rohingya. Tim IHA di antara telah mengunjungi kamp Balukhali dan Taingkhali, Cox's Bazar, Bangladesh.

Tempat ini merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan negara bagian Rakhine State, Myanmar. Salah satu anggota IHA yaitu Jumarsono dari PKPU Human Initiative mengatakan, kondisi cuaca berada pada akhir musim hujan.

Dalam beberapa hari terakhir, hujan terus mengguyur wilayah pengungsian, bahkan sampai menyebabkan banjir. “Di dalam kamp pengungsian, menurut Informasi dari pengungsi, beberapa hari sebelumnya telah terjadi banjir di beberapa lokasi pengungsian khususnya di daerah yang lebih rendah dari jalan utama,” ujarnya.

Curah hujan yang cukup tinggi membuat kondisi kamp pengungsian yang hanya terbuat dari plastik dan bahan-bahan seadanya itu tidak layak ditempati. Meskipun demikian, mau tidak mau mereka harus bertahan tinggal di tempat yang penuh lumpur.

“Kondisi ini mengakibatkan masalah sanitasi yang buruk. Tidak sedikit di antara pengungsi yang terserang penyakit. Terlebih hanya ada 1 medical center (darurat) di area luas di kamp Teingkhali,” ujar General Manager DRM PKPU Human Initaitive ini. 
Jumlah toilet di kamp pengungsian juga sangat terbatas. Para pengungsi membutuhkan beberapa pompa air manual untuk kebutuhan mandi cuci kakus (MCK).

“Melihat situasi dan kondisi ini, PKPU berencana untuk terus melakukan program-program pemenuhan kebutuhan mereka, selain bahan makanan. Seperti pemenuhan air bersih dengan pembangunan pompa air, memperbaiki lokasi pengungsian seperti pembangunan shelter, serta kebutuhan MCK dengan membangun toilet,” terangnya.

Sebelum melakukan aksi kemanusiaan, PKPU Human Initiative senantiasa melakukan assessment untuk mengetahui apa yang benar-benar dibutuhkan para penerima manfaat. Dengan demikian donasi masyarakat Indonesia yang dipercayakan kepada PKPU Human Initiative dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh para pengungsi Rohingya. (Rei/Gie/PKPU_HI)
(sumber) :sindonews.com 

Muhammadiyah: OKI Belum Tampil untuk Rohingya

Sabtu, 09 September 2017 00.12

Rumah-rumah terbakar di desa Gawdu Zara, negara bagian Rakhine utara, Myanmar, Kamis, (7/9). Wartawan melihat api baru terbakar di desa yang telah ditinggalkan oleh Muslim Rohingya, (AP Photo)
JAKARTA -- Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Hajriyanto Y Thohari mengatakan, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) belum terlihat sepak terjangnya dalam konflik kemanusiaan terhadap etnis Rohingya di Rakhine State, Myanmar. "Kita belum mendengar apa yang dilakukan OKI terhadap adanya penyiksaan dan pembataian etnis Rohingya," kata Hajriyanto di acara Pengajian Bulanan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jakarta, Jumat (8/9).

Bahkan menurut dia, belum ada pertemuan setingkat menteri luar negeri sekalipun di lingkaran OKI. Dia mengatakan istilah OKI dalam bahasa Inggris disingkat OIC yang dapat dibaca dengan pelafalan persamaan suara 'oh I see' yang jika diterjemahkan artinya "oh aku melihatnya (ada konflik Rohingya)".

Dengan kata lain, kata dia, anggota-anggota OKI sekedar melihat konflik Rohingya tanpa berusaha melakukan tindakan nyata dalam konflik kemanusiaan di negara bagian Myanmar termiskin, Rakhine. Di sisi lain, Hajriyanto justru melihat organisasi multinegara lain, dengan Indonesia di dalamnya, sudah bergerak untuk Rohingya yaitu Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) dan PBB.

Dia mengatakan di tingkat negara anggota ASEAN sudah berupaya mengatasi konflik Rohingya lewat kewenangan organisasi tersebut dengan Myanmar sebagai anggota. Terdapat lobi-lobi diplomatik antaranggota ASEAN untuk membahas aksi penyelesaian konflik Rohingya meski hasilnya hingga saat ini belum membanggakan, kata dia.

Sementara lewat PBB, kata dia, telah dilakukan pembentukan tim pencari fakta di Myanmar guna mengusut dugaan pelanggaran HAM di negara mayoritas etnis Burma itu terhadap Rohingya
Sumber : Antara/rol

Turki Kecam Penganiayaan Rohingya dan Menuntut Tindakan

Rabu, 30 Agustus 2017 11.58

Ankara,– Pemerintah Turki melalui Menteri Luar Negeri Mevlüt Çavuşoğlu pada Selasa (29/8) mengecam keras penganiayaan dan penindasan sistematis Muslim Rohingya dan menuntut adanya tindakan penyelesaian permasalahan secara permanen.
Berbicara dalam sebuah konferensi pers bersama di Ankara dengan mitranya dari Maladewa Mohamed Asim, Çavuşoğlu mengecam tindakan yang mengakibatkan korban sipil massal yang terjadi di tengah serangan pasukan keamanan terhadap warga Rohingya. Daily Sabah melaporkan yang dikutip MINA.
Pada Senin (28/8) sebelumnya, juru bicara Dewan Rohingya Eropa Anita Schug mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa antara 2.000 sampai 3.000 orang Muslim telah meninggal di negara bagian Rakhine, dalam apa yang dia gambarkan sebagai “genosida perlahan”.
Çavuşoğlu mengatakan, “Dulu, ada serangan serius terhadap Rohingya, tapi kini masalahnya sistematis. Saudara-saudara kita di Rohingya telah mendapat tekanan, penganiayaan dan dideportasi.”
Dia menekankan bahwa negara-negara regional memiliki peran penting dalam menyelesaikan masalah dan menyatakan bahwa Indonesia dan Malaysia telah memberikan dukungan kepada Muslim Rakhine.
Çavuşoğlu meminta masyarakat internasional dan negara-negara Islam untuk “lebih peka” tentang “perlakuan tidak manusiawi ini”.
“Kami juga memanggil negara-negara Muslim dan kepala negara mereka dari sini. Kita tidak boleh diam dalam hal ini Mari kita tunjukkan kepekaan kita,” lanjutnya.

Ia mendesak negara-negara untuk membuat peringatan yang diperlukan terhadap Myanmar.
“Jika mereka tulus, mari kita dukung mereka,” imbuhnya.
Menlu Çavuşoğlu juga menekankan semua institusi seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, Badan Pengungsi PBB dan Organisasi Internasional untuk mengambil langkah yang kuat dalam sebuah solusi.
Serangan mematikan terhadap pos-pos perbatasan di negara bagian Rakhine, Myanmar barat, pecah pada hari Jumat (25/8), mengakibatkan korban sipil massal.
Laporan media mengatakan, pasukan keamanan Myanmar menggunakan kekuatan yang tidak proporsional dan mengungsikan ribuan warga desa Rohingya, menghancurkan rumah dengan mortir dan senapan mesin.
Daerah ini telah mengalami ketegangan antara populasi Budha dan Muslim sejak kekerasan komunal terjadi pada tahun 2012.
Sebuah laporan PBB menyebutkan adanya pelanggaran hak asasi manusia oleh pasukan keamanan yang mengindikasikan kejahatan terhadap kemanusiaan.

PBB mendokumentasikan pemerkosaan massal, pembunuhan, termasuk bayi dan anak kecil, pemukulan dan penghilangan warga secara brutal.
Perwakilan Rohingya mengatakan sekitar 400 orang tewas dalam operasi tersebut. 
sumber :mirajnews

Media Nasional Myanmar Tuding Teroris Bengali Bunuh Warga Rohingya

Selasa, 29 Agustus 2017 22.16

Warga Muslim Rohingya berlarian menyelamatkan diri mereka saat desa dan rumah-rumah mereka dibakar oleh militer Myanmar. (Foto: dok. Arakan Times)
Sittwe, Media nasional Myanmar menyiarkan bahwa “teroris Bengali” adalah pelaku pembakaran rumah-rumah di desa Rohingya dan membunuh orang-orangnya di Ratheduang, Buthidaung dan Maungdaw.
Pemberitaan itu dinilai sebagai propaganda pemerintah selama 24 jam terakhir, demikian Arakan Times memberitakan yang dikutip MINA, Selasa (29/8).
Padahal satu yang terjadi di Rakhine State, tanggal 28 Agustus, perwira militer memberi peringatan kepada desa Anauk Pyin dan Nyaung Bin Gyi di Rathedaung, dua desa Rohingya di antara 22 desa warga Buddha Rakhine.
Seorang warga bernama Amir Hakim mengatakan, militer menyuruh warga Rohingya untuk pergi ke mana pun yang mereka bisa atau tentara akan membakar desa-desa.
Arakan Times mengungkapkan, Pusat Informasi Kantor Penasihat Negara yang berada di bawah pengawasan pelaku genosida Zaw Htay, telah mengorganisir propaganda melawan Rohingya sejak tahun 2011.
Menurut informasi terbaru, 19 desa Rohingya telah terbakar menjadi abu, 700 warga sipil Rohingya dibantai atau ditembak mati oleh militer, 90.000 orang Rohingya kehilangan tempat tinggal mereka. Namun, Arakan Times tidak mengungkapkan sumber data tersebut.
Menurut warga Rohingya bernama U Kyaw Naing dari kamp pengungsi Thae Chaung di Sittwe, situasi saat ini di Rathedaung, Buthidaung dan Maungdaw seratus kali lebih buruk daripada pembantaian tahun 2012.
“Pada 2012, tentara Myanmar menggunakan ekstremis (Buddha) Rakhine untuk menghancurkan kami, tapi sejak Oktober 2016, militer, polisi penjaga perbatasan dan ekstremis Rakhine yang dipimpin oleh Aye Maung telah membunuh kami atas nama ARSA,” ujarnya.
“Jika ARSA benar-benar melakukan kejahatan, kami tidak keberatan untuk menghukum mereka. Mengapa ribuan warga sipil yang tidak bersalah menjadi sasaran pasukan keamanan?” tambahnya.

sumber:mirajnews

Dompet Dhuafa Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar untuk Rohingya

Senin, 21 November 2016 18.16


JAKARTA -- Dompet Dhuafa (DD) akan fokus membantu anak-anak korban kekerasan sektarian di Rakhine, Myanmar. Bantuan tersebut akan difokuskan di bidang pendidikan. Dompet Dhuafa juga akan menyalurkan bantuan senilai Rp 1 miliar kepada para korban konflik.


"Kami berkomitmen untuk membantu sekitar Rp 1 miliar untuk masyarakat Rohingya yang menjadi korban konflik saat ini," kata Direktur Utama Dompet Dhuafa, Imam Rulyawan, kepada Republika, Senin (21/11).



Dikatakan Imam, Dompet Dhuafa sudah mempunyai School for Refugees asal Myanmar di Kota Langsa, Provinsi Aceh. Saat ini, Dompet Dhuafa juga sedang melakukan kampanye publik untuk penyadaran kepada masyarakat Indonesia dan dunia, bahwasanya isu kemanusiaan Rohingya merupakan isu bersama.



Dompet Dhuafa juga memiliki mitra jaringan kerja di Myanmar yang selama ini membantu menyalurkan amanah masyarakat Indonesia melalui Dompet Dhuafa. Mereka telah membantu mengimplementasikan bantuan di wilayah Rakhine, yakni wilayah tempat tinggal Etnis Rohingya. 



"Dalam waktu dekat, relawan-relawan Dompet Dhuafa juga akan diberangkatkan ke Myanmar untuk memperkuat tim relawan lokal yang sudah ada di sana," ujarnya.



Menurut Imam, tim dari Indonesia akan memantau level keamanan untuk akses masuk bantuan di Rakhine. Kendati demikian, Dompet Dhuafa juga berharap negara-negara Islam dan lainnya dapat membantu Muslim Rohingya. 



Dikatakan Imam, negara-negara Islam dan yang lainnya termasuk Indonesia sebaiknya bisa mengambil proporsi peran Government to Government. Mereka bisa menekan Pemerintah Myanmar bersama-sama.

source; republika.co.id

Militer Myanmar Lakukan Genosida terhadap Suku Rohingya.

Minggu, 20 November 2016 00.24


SITTWE -- Pengamat Politik Myanmar dari Universitas Deakin Australia, Anthony Ware mengatakan, terdapat dukungan kuat dari kelompok mayoritas Budha di Myanmar untuk melakukan aksi-aksi anti-Rohingya. Aksi tersebut dipimpin oleh para biksu Budha ultra nasionalis.

"Di Myanmar Muslim sering dianggap sebagai nasionalisme padahal Muslim itu penganut agama, bukan bangsa tertentu. Orang-orang Budha di Myanmar menilai Muslim sebagai ancaman bagi keamanan nasional dan ancaman bagi agama Budha," katanya dilansir CNN, Jumat, (18/11).

Sebelumnya, militer juga sering melakukan kekerasan dan pemerkosaan terhadap tentara anak-anak. Kelompok HAM telah mendokumentasikan kejahatan militer Myanmar sejak lama. Terutama kejahatan terhadap etnis minoritas di Rakhine dan Kachin. "Saat ini Rakhine berada dibawah kendali militer. Penduduk Rakhine tak bisa berbuat apa-apa," ujar Ware.

Pendiri Fortify Rights di Bangkok, Matthew Smith mengatakan, militer Myanmar saat ini sedang melakukan genosida terhadap suku Rohingya. Mereka melakukan segala cara untuk memusnahkan suku Rohingya dari muka bumi.

Militer Myanmar, ujar Smith, sedang memusnahkan umat Muslim di Rakhine. Mereka sedang melakukan kejahatan internasional.

"Kami telah mendokumentasikan bagaimana pemerintah di Rakhine berencana menghancurkan rumah-rumah suku Rohingya sebelum terjadinya kerusuhan Oktober lalu. Dokumen itu menunjukkan bagaimana strategi mereka menghancurkan Muslim Rohingya," katanya.

Ini Gambaran Pembantaian Militer Myanmar Terhadap Muslim Rohingya

00.18


SITTWE -- Dalam sebuah video terlihat rumah-rumah suku Rohingya dihancurkan dan dibakar oleh militer Myanmar. Mayat-mayat suku Rohingya terlihat bermunculan dari dalam lumpur dan abu. 

Pemandangan yang sangat kejam dan mengerikan sebagai gambaran genosida militer Myanmar terhadap suku Rohingya di utara Rakhine. Human Rights Watch (HRW) menyatakan, ratusan rumah suku Rohingya di desa-desa dihancurkan hingga luluh lantak oleh militer Myanmar. 

Ini menimbulkan kekerasan yang terus-menerus antara militer Myanmar dengan suku Rohingya. Kekejaman militer Myanmar sudah di luar batas kemanusiaan. 

Pemerintah Bangladesh mengatakan, puluhan suku Myanmar banyak yang menyeberang ke Bangladesh dari perbatasan Myanmar. Mereka berusaha melarikan diri dari militer Myanmar.

Sebuah gambar satelit menunjukkan militer Myanmar menghancurkan desa Kyet Yoe Pyin yang penduduknya merupakan suku Rohingya. Kekerasan pada awal Oktober menunjukkan sejumlah tentara dan polisi Myanmar dibunuh oleh 300 kelompok pria bersenjata. 

Kekerasan terus terjadi di Myanmar yang dipicu oleh kekejaman militer dengan membunuh puluhan suku Rohingya dan menangkan 230 suku Rohingya. Menurut HRW, kematian akibat kekerasan militer terhadap suku Rohingya bisa mencapai ratusan jiwa lebih.

Rakhine merupakan tempat tinggap suku Rohingya yang beragam Islam di Myanmar. Mereka terus mengalami represi dan diskriminasi dari Pemerintah Rohingya walaupun sesungguhnya mereka merupakan penduduk Myanmar.

Saat ini militer menduduki 25 persen kursi di Parlemen Myanmar. Kekuasaan mereka masih sangat kuat dalam mengontrol Myanmar.

Pendiri Fortify Rights di Bangkok, Matthew Smith mengatakan, Pemerintah Myanmar terus-menerus menyangkal kalau mereka telah melakukan pelanggaran HAM berat terhadap kelompok minoritas Myanmar, suku Rohingya. "Jika pelanggaran HAM dilakukan oleh pemerintah maka setiap orang di negara tersebut seharusna mulai memperhatikan," katanya seperti dilansir CNN, Jumat, (18/11).

Mantan Sekjen PBB Kofi Annan mengatakan, jika kekerasan dan represi terhadap suku Rohingya di Rakhine terus-menerus dilakukan oleh Myanmar maka negara tersebut akan mengalami ketidakstabilan. 

Utusan PBB Zainab Hawa Bangura mengatakan, pemerkosaan dan kekerasan terhadap wanita dan gadis-gadis Rakhine merupakan bagian dari kekerasan yang berdasarkan kebencian terhadap suku tertentu. Ini sangat mengerikan.

Juru Bicara Kepresidenan Myanmar Zaw Htay mengatakan, militer tak membakar dan menghancurkan rumah-rumah suku Rohingya. Mereka juga tak memperkosa wanita Rohingya. "Kami akan bekerja sama dengan media untuk membahas isu-isu yang sensitif di masa depan," ujarnya.

Kabar Dunia

 

© Copyright H2 Media 2015 -2016 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.