|
Bendera milisi Syiah dari Brigade Zainabiyun (crw)
|
Tiga bulan lalu, Kota Parachinar di Pakistan
mengelami serangan mematikan ketiganya sejauh ini oleh kelompok yang
berhubungan dengan ISIS, Lashkar-e-Jhangyi Al-Alami (LeJ), yang dikatakan serangan itu sebagai balasan karena membantu milisi dukungan Iran di Suriah lapor Arab News pada Senin 25 September 2017.
“Ini adalah propaganda,” Ali Afzal, seorang jurnalis dan penduduk Parachinar, mengatakan pada Arab News.
“Tidak ada perekrutan (Syiah) yang terjadi. Semua itu di Iran, bukan
ini. Tempat ini memiliki kehadiran tentara yang kuat, dengan pengawasan
keamanan setiap saat. Kami berbatasan dengan Afghanistan, dan tidak
mungkin seorang perekrut akan masuk dan mengambil orang-orang dari sini
ke Iran. Apakah anda tahu berapa banyak pos penjagaan yang dia butuhkan
untuk menyeberang?”
Tetapi seorang pengebom bunuh diri dapat memasuki kota itu, membunuh
lebih dari 70 orang. Empat belas tersangka telah ditangkap oleh pasukan
keamanan Pakistan, sementara otak dari serangan itu belum diketahui.
LeJ memperingatkan masyarakat Syiah setempat akan “konsekuensi
mengerikan” jika tidak berhenti menodai tangannya dengan darah petempur
Syiah di Suriah. Hal ini menyebabkan laporan-laporan meluas bahwa
agen-agen Iran secara diam-diam merekrut milisi Syiah Pakistan.
Sulit untuk memastikan keaslian laporan-laporan ini, sejak pemerintah Pakistan memilih diam terhadap masalah ini.
“Iran merekrut dari manapun yang dia bisa,” kata Maj. AShfaq Hussain
Bukhari, seorang pensiunan militer yang bertanggungjawab atas Markazi Imambargha (Pusat Jamaah Syiah) di Islamabad.
“Iran menarget kaum Syiah yang fanatik atau miskin, mengincar
sentimen mereka dan menawarkan kesyahidan dalam melindungi situs-situs
suci Syiah.”
Bukhari mengatakan wilayah Pakistan yang menjadi perhatian Iran dalam
merekrut tentara ialah provinsi Punjab selatan, kota Karachi, jaringan
suku dan provinsi Baluchistan.
Sejumlah laman sosial media mencatat petempur Syiah Pakistan di
Suriah, termasuk nama, foto, asal dan nama ayah mereka, sebagai cara
untuk memuliakan pengabdian mereka.
Kaum Syiah di Pakistan terhitung sekitar 5-20 persen dari 207 juta
total populasi negara itu, tetapi minoritas mengatakan jumlahnya
mencapai 40 persen.
Menurut laporan-laporan media yang mengutip pejabat Pakistan,
orang-orang Pakistan yang direkrut – disebut sebagai “para relawan” –
dimasukkan ke dalam Brigade Zainabiyun.
Mereka menawarkan hingga $1.000 per bulannya oleh utusan-utusan yang
beroperasi dibalik layar untuk menghindari pengamatan mata-mata dan
badan keamanan negara itu.
Diduga sejak lahirnya brigade itu pada 2014, jumlah Syiah Pakistan yang terbunuh di Suriah telah meningkat tajam.
Tahun lalu, 39 petempur Syiah yang menyamar sebagai peziarah
ditangkap oleh pasukan keamanan di penyeberangan Taftan di perbatasan
Pakistan-Iran, termasuk beberapa orang dari Quetta, ibukota provinsi
Baluchistan, kata seorang pejabat pertahanan Pakistan. Mereka diduga
memiliki hubungan dengan Brigade Zainabiyun.
Pada Februari, patroli pesisir pantai Pakistan menangkap 13
tersangka, termasuk tiga warga negara Iran, di kapal yang secara ilegal
mencoba memasuki perairan Pakistan dekat Baluchistan, kata pejabat
Kementrian Dalam Negeri Muhammad Abdullah Khalid.
Interogasi yang dilakukan mengungkapkan bahwa mereka ditugaskan untuk
mengirim para rekrutan baru dari Pakistan ke Suriah. Polisi menangkap
“dua petempur Syiah yang direkrut via Brigade Zainabiyun” pada Maret
2016 setelah mereka kembali ke Quetta dari Suriah, Khalid menambahkan.
Menambahkan misteri seputar diamnya pemerintah Pakistan, Kementrian Pertahanan mengatakan pada Arab News: “Jika informasi ini (bahwa warga negara Pakistan sedang direkrut) merupakan perhatian publik, kami akan memberi respon.”
Otoritas Anti Terorisme Nasional (NACTA), sebuah badan federal yang
berkoordinasi dengan semua departemen keamanan, menolak berkomentar.
Seorang narasumber di Kementrian Dalam Negeri mengatakan pada Arab News
bahwa dia tidak sadar milisi-milisi dukungan Iran sedang merekrut warga
negara Pakistan, dia mengatakan: “Ini pertama kalinya saya mendengar
hal itu.”
Tetapi pejabat-pejabat keamanan mengatakan pada Arab News
bahwa kurangnya komentar karena masalah tersebut merupakan masalah yang
sangat sensitif, yang mereka takutkan dapat memicu kekerasan sektarian.*